APA ITU DEMOKRASI DI INDONESIA?
Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi,
sehingga budaya demokrasi sudah mengakar di benak masyarakat Indonesia . Sistem
ini memang sudah dianut oleh bangsa Indonesia sejak kemerdekaan Republik
Indonesia . Lalu apakah yang dimaksud dengan demokrasi ? Demokrasi adalah
pemerintahan rakyat . Artinya pemegang kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat
. Segala kebijakan mengenai putusan pemerintah haruslah dirundingkan dengan
rakyat .
Istilah demokrasi itu sendiri berasal dari negara Yunani,
demos yang artinya rakyat, dan kratos yang artinya kekuasaan . Kata demokrasi
itu sendiri diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles, yaitu sebagai bentuk
suatu pemerintahan yang mengatur bahwa kekuasaan itu berada di tangan rakyat .
Negara Indonesia adalah salah satu negara yang menganut
demokrasi dalam sisitem pemerintahannya . Indonesia sudah membuktikan hal
tersebut dnegan mengadakan pemilihan presiden dan wakil presiden secara
langsung . Selain itu masyarakat Indonesia bebas menyelenggarakan pertemuan dan
bebas berbicara unutk mengeluarkan pendapat, kritikan, atau bahkan mengawasi
jalannya siistem pemerintahan .Kebebasan dalam memeluk agama pun merupakan
sebuah perwujudan dari negara demokratis .
Dalam membangun sebuah negara yang demokratis tidaklah mudah
. Hal tersebut dikarenakan pembangunan sebuah sistem demokrasi dalam suatu
negara dimungkinkan akan mengalami kegagalan . Akakn tetapi, di negara ini,
sisitem demokrasi yang dijalankan terbilang mengalami kemajuan . Bisa dilihat
dari bebasnya berkeyakinan, berpendapat, atau kebebasan untuk berkumpul tanpa
ada yang membatasi .
Tetapi meskipun negara ini telah berhasil dalam menjalan
sistem demokrasinya, tampaknya dewasa
ini sistem demokrasi tersebut banyak disalahgunakan dan kurang berjalan
sebagaimana mestinya . Hal tersebut membuat bangsa ini mengalami banyak
persoalan . Contohnya saja dalam kehidupan berpolitik . Sistem demokrasi yang
sesungguhnya tampaknya sudah tidak berlaku lagi . Tetap saja ada unsur kekuatan
dan kelemahan yang menentukan hasil akhir dari sebuah demokrasi . Siapa yang
paling berkuasa maka dialah yang akan mendapatkan jabatan atau peranan tertentu
. Bukan lagi murni dari hasil keyakinan dan pendapat orang banyak .
Sistem demokrasi yang dijalankan oleh suatu negara tentu
memberikan dampak positif dan negatifnya . Dampak positifnya adalah demokrasi
memberikan harapan dalam emnciptakan suatu kebebasan, keadilan, dan
kesejahteraan . Tetapi dampak negatif dari sistem ini adalah dapat meningkatnya
angka pengangguran, kemacetan lau lintas, korupsi dan lain sebagainya .
Sebenarnya demokrasi adalah sisitem yang buruk di antara alternatif yang lebih
buruk . Akan tetapi, jika semua berjalan dengan lancar, maka semuanya juga akan
lancar .
Apabila sebuah negara ingin melakuakn sebuah perubahan, maka
sistem demokrasi adalah gagasan yang dinamis keren aprosesnya teru-menerus .
Negara yang sukses menjalankan demokrasi adalah negara yang mampu menerapkan
kebebasan, keadilan, dan kesejahtaraan yang sebenar-benarnya . Untuk itu, kita
sebagai masyarakat Indonesia yang menganut sistem pemerintahan secara
demokrasi, perlu menjaga dan menjalankan sistem tersebut sesuai dengan
aturannya, sehingga sistem demokrasi tersebut dapat terwujud secara utuh di
dalam sebuah sistem pemerintahan Indonesia menuju masyarakat yang sejahtera,
aman, dan damai .
SEJARARAH DEMOKRASI INDONESIA?
Berbicara mengenai perjalanan demokrasi di indonesia tidak
dapat dilepaskan dari pelaksanaan pasang surut demokrasi itu sendiri. Bangsa
indonesia pernah menerapkan tiga model demokrasi, yaitu demokrasi parlementer,
demokrasi terpimpin, dan demokrasi pancasila. Setiap fase tentunya memiliki
karakteristik yang merupakan ciri khas dari pelaksanaan tiap-tiap tiap fase
demokrasi.
Demokrasi yang kita kenal sekarang ini dipelopori oleh
organisasi-ohrganisasi modern pada masa pergerakan nasional sebagai wacana
penyadaran. Diantara organisasi modern tersebut, misalnya Budi Utomo (BU),
Sarekat Islam, dan Perserikatan Nasional Indonesia.
Bangsa indonesia mengenal BU sebagai organisasi modern
pertama yang didirikan di Jakarta tanggal 20 Mei 1908. Anggota BU terdiri dari
kaum priyayi ningrat atau aristokrasi dan kaum intelektual. Kelompok pertama
bersifat konservatif, sedamgkan kelompok kedua bersifat progresif. Dari sini
tampak bahwa BU masih bersifat elitis. Didalm organisasi BU anggotanya belajar
berdemokrasi dengan mengenalkan dan menyalurkan ide, gagasan dan harapan adanya
intregasi nasional. Organisasio BU dijadikan wahana pendidikan politik bagi
kaum priyayi dan kaum intelektual antara lain memupuk kesadaran politik,
berpatisipasi dalam aksi kolektif dan menghayati identitas diri mereka.
(Sartono Kartodirdjo, 1992 : 105).
Menjelang surutnya BU, muncul organisasi modern yang
berwatak lebih egaliter, yaitu Sarekat Islam (SI). Organisasi yang didirikan
tahun 1911 di Solo. Pada awalnya SI merupakan gerakan reaktif terhadap situasi
kolonial, namun dalam perkembangannya organisasi ini melangkah ke arah
rekontruksi kehidupan bangsa dan akhirnya beralih ke perjuangan politik guna
menentukan nasib bangsanya sendiri.
Gerakan nasionalis indonesia dengan cepat meningkat dalam
tahun 1927 dengan didirikannya Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Para
pemimpin PNI terdiri dari kaum muda yang memperoleh pendidikan di negeri belanda
pada permulaan tahun 1920-an. Sewaktu di negeri belanda mereka menggabungkan
diri dengan organisasi mahasiswa, yaitu perhimpunan indonesia (PI). Organisasi
pemuda pada saat itu sangat terpengaruh oleh PNI. Salah satu peristiwa penting
dalam gerakan nasional adalh konggres pemuda indonesia ke-II yang melahirkan
sumpah pemuda. Dalam forum ini kaum muda yang berasal dari berbagi daerah
menghilangkan semangat kedaerahan mereka dan menggantikan dengan semangat
persatuan dan kesatuan bangsa serta bekerja sama untuk menciptakan suatu negara
indionesia yang merdeka.
Macam-macam demokrasi di Indonesia :
1. Demokrasi
Kerakyatan Pada Masa Revolusi
Pada masa revolusi 1945 –
1950 banyak kendala yang dihadapi bangsa indonesia, misalnya
perbedaan-perbedaan antara kekuatan-kekuatan perjuangan bersenjata dengan
kekuatan diplomasi, antara mereka yang mendukung revolusi sosial dan mereka
yang menentangnya dan antara kekuatan islam dalam kekutan sekuler. Di awal
revolusi tidak satupun perbedaan di antara bangsa indonesia yang terpecahkan.
Semua permasalahan itu baru dapat diselesaikan setelah kelompok-kelompok
kekuatan itu duduk satu meja untuk memperoleh satu kata sepakat bahwa tujuan
pertama bangsa indonesia adalah kemerdekaan bangsa indonesia. Pada akhirnya kekuatan-kekuatan
perjuangan bersenjata dan kekuatan diplomasi bersama-sama berhasil mencapai
kemerdekaan.
2. Demokratisasi
Dalam Demokrasi Parlementer
Pada periode tahun 1950-an muncul kaum nasionalis perkotaan
dari partai sekuler dan partai-partai islam yang memegang kendali pemerintahan.
Ada sesuatu kesepakatan umum bahwa kedua kelompok inilah yang akan menciptakan
kehidupan sebuah negara demokrasi di indonesia. Undang – Undang dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem
parlementer dimana badan eksekutif terdiri dari presiden sebagai kepala negara
konstitusional beserta para menteri yang mempunyai tanggung jawab politik.
Setiap kabinet terbentuk berdasarkan koalisi pada satu atau dua partai besar
dengan beberapa partai kecil. Koalisi ternyata kurang mantap dan partai-partai
koalisi kurang dewasa dalam menghadapi tanggung jawab mengenai permasalahan
pemerintahan. Di lain pihak, partai-partai dalam barisan oposisi tidak mampu
berperan sebagi oposisi kontruktif yang menyusun program-program alternatif,
tetapi hanya menonjolkan segi-segi negatif dari tugas oposisi (Miriam
Budiardjo, 70). Pemilu tahun 1955 tidak membawa stabilitas yang diharapkan,
malah perpecahan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tidak dapat
dihindarkan. Faktor-faktor tersebut mendorong presiden soekarno mengeluarkan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menentukan berlakunya kembali UUD 1945. Dengan
demikian masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir.
3. Demokratisasi
Dalam Demokrasi Terpimpin
Ini merupakan suatu sistem yang didominasi oleh kepribadian
soekarno yang prakarsa untuk pelaksanaan demokrasi terpimpin diambil
bersama-sama dengan pimpinan ABRI (Hatta, 1966 : 7). Pada masa ini terdapat
beberapa penyimpangan terhadap ketentuan UUD 1945, misalnya partai-partai politik
dikebiri dan pemilu ditiadakan. Kekuatan-kekuatan politik yang ada berusha
berpaling kepada pribadi Soekarno untuk mendapatkan legitimasi, bimbingan atau
perlindungan. Pada tahun 1960, presiden Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu
1955 dan menggantikanya dengan DPRGR, padahal dalam penjelasn UUD 1945 secara
ekspilisit ditentukan bahwa presiden tidak berwenang membubarkan DPR.
Pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965 telah mengakhiri periode demokrasi
terpimpin dan membuka peluang bagi dilaksanakannya demokrasi Pancasila.
4. Demokratisasi
Dalam Demokrasi Pancasila
Pada tahun 1966 pemerintahan Soeharto yang lebih dikenal
dengan pemerintahan Orde Baru bangkit sebagai reaksi atas pemerintahan
Soekarno. Pada awal pemerintahan orde hampir seluruh kekuatan demokrasi
mendukungnya karena Orde Baru diharapkan melenyapkan rezim lama. Soeharto
kemudian melakukan eksperimen dengan menerapkan demokrasi Pancasila. Inti
demokrasi pancasila adalah menegakkan kembali azas negara hukum dirasakan oleh
segenap warga negara, hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif maupun aspek
perseorangan dijamin dan penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara
institusional. Sekitar 3 sampai 4 tahun setelah berdirinya Orde Baru
menunjukkan gejala-gejala yang menyimpang dari cita-citanya semula. Kekuatan – kekuatan sosial-politik yang
bebas dan benar-benar memperjuangkan demokrasi disingkirkan. Kekuatan politik
dijinakkan sehingga menjadi kekuatan yang tidak lagi mempunyai komitmen sebagai
kontrol sosial. Pada masa orde baru budaya feodalistik dan paternalistik tumbuh
sangat subur. Kedua sikap ini menganggap pemimpin paling tahu dan paling benar
sedangkan rakyat hanya patuh dengan sang pemimpin. Sikap mental seperti ini
telah melahirkan stratifikasi sosial, pelapisan sosial dan pelapisan budaya
yang pada akhirnya memberikan berbagai fasilitas khusus, sedangkan rakyat
lapisan bawah tidak mempunyai peranan sama sekali. Berbagai tekanan yang
diterima rakyat dan cita-cita mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang tidak
pernah tercapai, mengakibatkan pemerintahan Orde Baru mengalami krisis
kepercayaan dan kahirnya mengalami keruntuhan.
5. Rekonstruksi
Demokrasi Dalam Orde Reformasi
Melalui gerakan reformasi, mahasiswa dan rakyat indonesia
berjuang menumbangkan rezim Soeharto. Pemerintahan soeharto digantikan
pemerintahan transisi presiden Habibie yang didukung sepenuhnya oleh TNI. Orde
Baru juga meninggalkan warisan berupa krisis nasional yang meliputi krisis
ekonomi, sosial dan politik. Agaknya pemerintahan “Orde Reformasi”
Habibie mecoba mengoreksi pelaksanaan demokrasi yang selama ini dikebiri oleh
pemerintahan Orde baru. Pemerintahan habibie menyuburkan kembali alam demokrasi
di indonesia dengan jalan kebebasan pers (freedom of press) dan kebebasan
berbicara (freedom of speech). Keduanya dapat berfungsi sebagai check and
balances serta memberikan kritik supaya kekuasaan yang dijalankan tidak
menyeleweng terlalu jauh. Dalam perkembanganya Demokrasi di indonesia setelah
rezim Habibie diteruskan oleh Presiden Abdurahman wahid sampai dengan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono sangat signifikan sekali dampaknya, dimana
aspirasi-aspirasi rakyat dapat bebas diutarakan dan dihsampaikan ke
pemerintahan pusat. Ada satu hal yang membuat indonesia dianggap negara
demokrasi oleh dunia Internasional walaupun negara ini masih jauh dikatakan
lebih baik dari negara maju lainnya adalah Pemilihan Langsung Presiden maupun
Kepala Daerah yang dilakukan secara langsung. Mungkin rakyat indonesia masih
menunggu hasil dari demokrasi yang yang membawa masyarakat adil dan makmur
secara keseluruhan.
UNTUK APA DEMOKRASI DI INDONESIA?
Sejatinya, tujuan kita berdemokrasi adalah untuk menuju
kehidupan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia (kesejahteraan).
Demokrasi adalah jalan, metode, cara, bahkan sistem yang kita yakini paling
cepat untuk mengantarkan kita menuju kesejahteraan itu. Tapi demokrasi yang
seperti apa? Terbukti, dari era Soekarno hingga reformasi kini, belum ada
manfaat yang signifikan kita dapatkan dari demokrasi tersebut. Tahun 2012, skor
indeks demokrasi kita masih 63,17 (dari skala 0-100).
Victor Silaen (2012: 173) mengatakan bahwa dalam masa transisi demokrasi Indonesia
pasca 1998, ketika demokratisasi tidak diikuti dengan pemerataan hasil
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan, maka orang mulai mempertanyakan bahkan
menggugat premis dasar demokrasi yang katanya menjanjikan sistem (baru
penataan) kehidupan demi kebaikan.
Aktor-aktor demokrasi
Yang bisa kita evaluasi dari perjalanan demokrasi kita
adalah aktor-aktornya. Demokrasi perwakilan atau elektoral yang kita anut
selama ini adalah sebuah keniscayaan. Sistem ini memberikan kesempatan yang
sama bagi setiap warga negara (baik ataupun buruk) untuk menjadi aktor-aktor
itu.
Beberapa tahun belakangan sudahlah cukup menjadi titik nadir
kegagalan aktor-aktor selama ini. Korupsi yang menggerogoti hampir seluruh lini
pemerintahan dan kekuasaan menggambarkan betapa besarnya kerusakan demokrasi
kita. Mereka tak ubahnya oligarki yang menguasai sumber-sumber daya seperti era
Soeharto. Bahkan kini lebih buruk, korupsi tak hanya di lingkaran kekuasaan utama, tapi
terdesentralisasi hingga ke daerah-daerah.
Kepercayaan rakyat tak ketinggalan jatuh hingga titik nadir.
Padahal kredo dari demokrasi adalah kekuasaan ada di tangan rakyat. Maka,
kebutuhan akan aktor-aktor yang tak bermental koruptif menjadi suatu keharusan, sebab kita tak berharap
demokrasi ini justru makin menjauhkan kita dari kesejahteraan.
Sesuai amanat konstitusi kita, pemilihan umum (pemilu), baik
pemilihan legislatif dan pemilihan presiden, adalah sarana mendapatkan
aktor-aktor tersebut. Sehingga, pemilu harus menghasilkan orang-orang yang
tepat. Orang-orang yang berkualitas dan berorientasi pada kemaslahatan rakyat
banyak. Agar ‘janji’
yang dibawa demokrasi tadi tak diingkari.
Rakyat harus memilih anggota legislatif dan presiden
yang berdasarkan kualitas, kapasitas, intelektualitas, dan empati, serta
meritokrasi. Sudah saatnya meninggalkan cara-cara tradisional yang memilih
berdasarkan kedekatan, suku, janji-janji manis dalam kampanye, dan sebagainya.
Mindset rakyat harus diatur bahwa pemilihan aktor-aktor menjadi penentu
pencapaian tujuan kesejahteraan yang kita idamkan.
Seperti yang paham yang diyakini Baconia, dunia akan tertata
dengan baik jika orang-orang berpengetahuan menduduki posisi yang memengaruhi
kebijakan.
Yudi Latif berujar orang-orang yang mewakili rakyat itu
harus sungguh-sungguh menjunjung daulat rakyat dengan menjadikan rakyat sebagai
subyek yang harus dihormati, bukan obyek tirani militeristik atau tirani modal.
Selama ini kita belum mendapatkan aktor yang demikian.
Masdar Hilmy memperingatkan kita bahwa jika demokrasi
kembali dibajak para gerombolan yang hanya mencari perutungan belaka,
dipastikan kualitas demokrasi kita mengalami stagnasi. Kita punya pengalaman
dan masih menyisakan luka mengenai itu. Tentu kita tak ingin kembali ke situasi seperti itu.
Maka sudah saatnya bagi seluruh rakyat Indonesia untuk
membuka mata dan sadar bahwa tidak ada jalan lain untuk meperbaiki kerusakan
demokrasi negara ini selain berpartisipasi aktif untuk memilih aktor-aktor yang
tepat untuk mengemban amanah rakyat. Rakyat Indonesia harus sadar bahwa ia lah
pemegang kekuasaan yang utama dalam sistem demokrasi. Ancaman nyata datang dari
mulut Plato bahwa jika rakyat menolak partisipasi politik, bersiaplah dipimpin
oleh orang bodoh.
0 comments:
Post a Comment